foto. dok pribadi
Kau terjunkan dirimu di lautan berkarang
setelah menenggak sebotol tuak koli
buih ombak berpadu cerah mentari mengantar ayun kepak raga
Diantar sorot harap si jantung hati menakar butiran beras yang tak bersisa lagi
sang penyelam pun membelah luas kedalaman laut banda
Adalah sepenggal puisi dari tajuk "Sang Penyelam Mutiara" yang ditulis oleh Mariana Lewier pada September 2012. Puisi ini diterbitkan bersama tiga puisinya yang lain pada buku Antologi Puisi Penyair Maluku, "Biarkan Katong Bakalae", bersama sejumlah penyair lainnya. Mariana Lewier terlibat dalam beberapa antologi puisi sebelumnya, seperti Kemilau Musim, Pesona Gemilang Musim, 142 Penyair Menuju Bulan, Ungu Pernikahan, Nyanyian Pulau-Pulau, dan Sauk Seloka.
"Ketertarikan beta pada puisi berawal dari kesenangan membaca karya sastra berupa fiksi dan puisi sejak kecil dan senang kalau dengar pembacaan puisi", Ujar Ibu Ana yang juga bekerja sebagai Dosen pada Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Unpatti.
Menulis puisi baginya menjadi salah satu kebiasaan untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan. "Mungkin karena dulu beta orangnya lebih senang menyendiri dan jarang curhat ke teman atau orang tua. Beta lalu menemukan keasyikan sendiri saat bisa menulis puisi," Ungkapnya lebih lanjut.
Ia biasanya menulis puisi di laptop dan ponsel, Ibu Ana yang juga menjadi pembina di Sangggar Cakadidi ini lalu membagi pengalamannya, "Menulis puisi, beta sebisa mungkin menjadi diri sendiri dan berusaha mengolah kata-kata dengan gaya beta sendiri. Ujung-ujungnya beta baru sadar bahwa beberapa teks puisi berisi prinsip hidup yang beta yakini."
Menyoal apakah kejujuran merupakan satu elemen penting dalam menulis puisi, ia mengaku, "Menurut beta hal paling mendasar, yaitu kejujuran. Dalam balutan kata yang kadang 'sengaja' dilakukan, kejujuran tetap hal yang utama. Kedua, membaca. Pengalaman beta menggauli sastra hingga memutuskan untuk menulis puisi adalah karena kesukaan membaca." Cerita Ibu dengan tiga anak yang menyukai buku trilogi Manuskrip Celestine karya James Redfield.
Comments
Post a Comment