Akhirnya, “Tempat Paling Liar Di Muka Bumi”
bisa kami bawa pulang ke Ambon Manise. Perjalanan panjang buku kami ini
adalah sebentuk tanggung jawab kami berdua untuk memperkenalkannya
kepada khalayak. Kami percaya itu dan kami melakukannya. Dari Bandung ke
Salatiga hingga Jogjakarta lalu Jakarta, dan kini di Ambon.
Lima belas Desember kami menjejakkan kaki
di tanah yang manis ini. Sinar matahari yang hangat menghalau sisa-sisa
kantuk di mata kami. Rindu berjatuhan sepanjang perjalanan menyisir
pesisir. Angin dari laut yang bertiup pagi-pagi menebar aroma bau laut
yang selalu kami rindukan. Ambon memang tempat paling liar di muka bumi.
Selain Ramadhan, Desember adalah kata
lain untuk salah satu keramaian yang khas kota ini. Liburan yang lumayan
panjang memberi kesempatan bagi banyak orang untuk pulang dan menikmati
kota tua di Teluk Ambon ini. Sebuah reuni akbar. Saat-saat yang
menyenangkan menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Kami pun ikut
merasakan euphoria itu.
![]() |
Ambon Manise |
Setelah sempat kami tunda, “Pesta Tempat
Paling Liar di Muka Bumi” akhirnya berlangsung pada 28 Desember 2016.
Suatu malam yang hangat dan meriah di Workshop Coffee, Ambon. James
Renyaan dan Paet Lelyemin adalah dua lelaki muda pemilik Workshop Coffee
yang banyak sekali membantu kami. Mereka menyediakan semua yang kami
butuhkan. Workshop Coffee memang bukan rumah kopi biasa. Ada semangat
untuk tidak hanya mengembangkan usaha, namun juga usaha sengaja mereka
untuk memberi ruang-ruang bagi kerja-kerja kreatif. Kami sangat
berterima kasih dan merasa beruntung memiliki mereka di Ambon.
Pukul dua siang bung Delon Imlabla
bersama Marthen Reasoa, Cryme Rumadjak, dan Norman Angwarmasse telah
mendahului kami ke Workshop Coffee. Mereka dengan serius mempersiapkan
panggung kecil dan sound system untuk “Pesta Tempat Paling Liar
di Muka Bumi” malam nanti. Morika Tetelepta pun telah menyediakan
ukulele yang akan menemani bernyanyi sepanjang malam. Sampai pukul
delapan, bung Delon dan kawan-kawan masih sibuk memastikan supaya tidak
ada hal yang kurang. Kami berterima kasih untuk semua niat baik dan
kerja keras bung Delon, Morika, Marthen, Cryme, Norman, dan Olnes.
Ada debar dan ketertarikan luar biasa,
ketika “Pesta Tempat Paling Liar di Muka Bumi” hendak dimulai. Fis
Project, duo romantik yang menemani kami dalam perjalanan memperkenalkan
“Tempat Paling Liar di Muka Bumi”, membuka malam itu dengan hangat dan
menawan. Puisi kami yang berjudul “Mencintaimu dari Jauh” dinyanyikan
dengan syahdu diiringi petikan gitar dan gesekan biola. Awalan yang
sempurna.
![]() |
Fis Project: Ferdy Soukotta & Chrisema Latuheru memulai Tempat Paling Liar di Ambon |
Kami sangat senang bisa menyapa secara
langsung para pembaca kami di Ambon dan kawan-kawan musisi, penyair,
aktivis, juga kawan-kawan sepergaulan yang selama ini terus memberi
semangat serta dukungan. Sambutan hangat dan gembira kami rasakan ketika
puisi “Rumah Ombak” kami nyanyikan disela-sela puisi “Tempat Paling
Liar di Muka Bumi” yang kami baca berbalas-balasan.
![]() |
Theo dan Weslly di Tempat Paling Liar di Ambon |
![]() |
"Tempat Paling Liar di Ambon" |
Eko Saputra Poceratu, penulis dan penyair
yang muda dan sangat produktif ini, membawa keceriaan bagi para
penikmat pesta “Tempat Paling Liar di Muka Bumi” malam itu. Puisi yang
ia bacakan dengan gaya khasnya membuat orang-orang tergelitik dan merasa
senang. Oh, mereka tergelitik oleh cinta yang kadang lucu. Sedapnya
pesta itu begitu terasa.
![]() |
Eko Saputra Poceratu ditemani Ryo Niveu Marthen |
Menyenangkan! Ada di antara semua orang
yang tersenyum dan tertawa senang. Yuli Toisutta, Sally Alaydrus, dan
Oman duduk paling depan, sementara Omega dan Herlin adalah sepasang
kekasih di meja paling belakang. Ronny dan Dalenz, Ike dan teman-teman,
Pdt. Rudy Rahabeat dan Pdt. Ruth Saiya, Bung Nico Tulalessy dan Usi
Sonya Sahureka, serta teman-teman yang tak beranjak hingga pesta usai.
Teman-teman dari Salatiga dan teman-teman mahasiswi kedokteran Unpatti,
juga Katon, Edo, dan semua kawan dari Amahusu bertahan hingga pesta
berakhir. Kami merasa senang bisa berbagi cinta di dalam puisi dan lagu.
Semua nama yang tak kami sebutkan di sini, kami punya rasa sayang dan
terima kasih yang dalam untuk kalian.



Petra Ayowembun dan Marthin Feliz adalah
sepasang kekasih yang kami mintakan kesediaan untuk membaca puisi-puisi
dari buku “Tempat Paling Liar di Muka Bumi”, tetapi mereka berdua
memberi kami sesuatu yang lebih dan istimewa. Marthin menerjemahkan dua
puisi kami, “Sebotol Bir dan Bulan” ke dalam bahasa Spanyol dan
“Mencintaimu dari Jauh” ke dalam bahasa Prancis. Romantis!
![]() |
Martin dan Petra di Tempat Paling Liar di Ambon |
Malam yang penuh cinta. Marieonie
Serhalawan dan Ryo Niveu Marthen melantunkan lagu-lagu cinta yang
membuai semua orang. Marieonie adalah salah satu penyanyi kesukaan Theo,
sementara Ryo Neviu Marthen adalah gitaris kesukaan saya. Kami senang
bisa menikmati nada-nada dan lagu-lagu cinta yang mereka persembahkan
dari hati, sambil sesekali dihanyutkan oleh tiupan seruling Marco
Pattianakota.
![]() |
Theo menyambut penyanyi kesayangannya, Marieonie Serhalawan |
![]() |
Marieonie diiringi Ryo Niveu dan Marco |
Satu kolaborasi apik dihadirkan oleh
Morika Tetelepta, Delon Imlabla, dan Sven Emerson. Puisi kami yang
berjudul “Tentang Perempuan” dibacakan oleh Morika sambil diiringi oleh
petikan gitar bas Delon dan senandung Sven Emerson. Kami semua dibawa ke
dalam permenungan tentang perempuan-perempuan yang mengalami kekerasan
seksual di mana-mana. Cinta bukan hanya tentang sepasang kekasih, tetapi
juga tentang hidup semua orang.
![]() |
Morika Tetelepta membacakan "Tentang Perempuan" |
![]() |
Delon Imlabla dengan petikan-petikan indahnya |
![]() |
Sven Emerson bersenandung di Tempat Paling Liar di Ambon |
Puisi-puisi yang dibacakan oleh Jaqualine
Gaspersz dan Sally Souisa, Marthen Reasoa, Sven Emerson dan Tamara
Latuihamallo, juga Aldy Patrik dan Yuli Toisutta tiba di telinga kami
dan menghadirkan kesan baru tentang bagaimana luka, rindu, dan cinta
bisa disampaikan tanpa ekspresi yang berlebih-lebihan, mengalir begitu
saja; apa adanya.
![]() |
Yuli dan Aldi di Tempat Paling Liar di Ambon |
![]() |
Sally dan Jaqualine di Tempat Paling Liar di Ambon |
![]() |
Marthen Reasoa membacakan "Luka-Luka Cinta" |
Malam yang berwarna. Ezra Dahoklory dan
Dian Utami adalah sepasang kekasih lain yang entah bagaimana dapat
memusikalisasikan puisi kami dalam waktu singkat dan menampilkannya
malam itu. Puisi “Bukan Lagu” yang mereka bawakan begitu dinikmati oleh
pendengar. Ada rasa cinta yang matang dalam puisi yang mereka lagukan.
![]() |
Ezra 'Maestro' Dahoklory dan keluarga |
Sebelum nanti membaca puisi bersama
kekasihnya, Theizard Saiya menceriterakan pengalamannya mengerjakan
sampul buku “Tempat Paling Liar di Muka Bumi” juga perasaannya saat
membaca draft pertama buku itu. Ia dan Florence, kekasihnya,
kemudian membaca sepasang puisi dari buku “Tempat Paling Liar di Muka
Bumi” dengan indah. Theizard jualah yang mengilustrasikan tiga puisi
lainnya yang bisa dinikmati di dalam buku “Tempat Paling Liar di Muka
Bumi.” Kami beruntung bisa berkolaborasi dengan pelukis sehebat dirinya.
![]() |
Theizard Saiya, ilustrator "Tempat Paling Liar di Muka Bumi" |

Pesta menjadi semakin ramai dan hangat
saat David Rampisela menyanyikan lagu “Segera” dari Albumnya yang
bertajuk “Lagu-Lagu Yang Ditulis Bulan Juli”. Semua orang ikut
bernyanyi. Ada bagian-bagian dari lagu itu yang sudah akrab di telinga
pendengar. Ada rasa senang, ketika pemilik Workshop Coffee; James dan
Paet, juga kami undang untuk membaca puisi dan menceriterakan kesan
mereka tentang buku “Tempat Paling Liar di Muka Bumi.” James membaca
buku ini dalam penerbangannya menuju Ambon. Ia menghabiskan buku ini di
udara.
![]() |
James Renyaan di Tempat Paling Liar di Ambon |
![]() |
Paet Lelyemin di Tempat Paling Liar di Ambon |
Bergerak dari satu kesibukan ke kesibukan
lainnya, Rudi Fofid memenuhi janjinya untuk membaca puisi di malam itu.
Dua puisi yang dibacakannya mengundang tepuk tangan dan membangkitkan
kegembiraan. Rudi Fofid adalah penyair yang banyak sekali menginspirasi
orang-orang muda di kota Ambon dengan puisi-puisi dan pribadinya.
![]() |
Rudi Fofid di Tempat Paling Liar di Ambon |
Suasana pesta yang berbeda dari kota
lainnya ternikmati di sini, di Ambon Manise. Di belakang buku “Tempat
Paling Liar di Muka Bumi” sesungguhnya ada banyak nama, dukungan, dan
semangat yang terus kami terima dari waktu ke waktu. Pierre Adelaar
Ajawaila, ia selalu ada saat kami membutuhkan pertolongan dan tak pernah
menolak bila itu bisa dikerjakannya. Terima kasih dan rasa sayang yang
dalam dari kami.
Fis Project kembali ke panggung untuk
menutup malam pesta dengan puisi-puisi yang mereka lagukan begitu
menyentuh. “Jangan Berani” dan “Punggung Sepasang Kekasih” adalah dua
lagu yang menutup penampilan perdana mereka di kota Ambon. Kami puas
dengan semuanya dan merasa ada semangat yang mengalir di dalam diri
kami.
![]() |
Fis Project, sekali lagi |
“Aku ingin menjadi tenang dan mencintaimu, tanpa banyak kekhawatiran”
adalah mantra yang kami bawa ke mana-mana. Malam itu kami mengajak
semua orang menyanyikannya. Banyak hal tentang kemarin dan esok yang
membuat manusia khawatir, tetapi satu hal menjadi jelas, tugas kita
adalah mencintai sungguh-sungguh, penuh-penuh, hari ini. Ya, hari ini.
Terima kasih telah memberi kepada kami
pengalaman yang begitu puitis. Kami beruntung mengalaminya bersama
kawan-kawan sekalian. “Pesta Tempat Paling Liar di Muka Bumi” hanya
mungkin karena kawan-kawan semua memberi apa yang paling berharga dari
hidup: waktu dan cinta.
![]() |
Tempat Paling Liar di Muka Bumi |
Salam sayang dan Selamat Tahun Baru dari #TempatPalingLiarDiMukaBumi,
Theo & Weslly
Untuk semua foto yang begitu bagus, kami mau bilang terima kasih untuk @erzhalphoto dan @makhlukamin.
Comments
Post a Comment